http://arti.master.irhamna.googlepages.com/daun.js'/>

Sabtu, 21 Januari 2017

FLOS

1.CARTHAMI FLOS

Nama Lain                       : Kembang pulu, kesumba
Nama Tanaman Asal       :Carthamus tinctorius(L)
Keluarga                        : Asteraceae
Zat berkhasiat              : Zat warna merah kartamin, zat warna kuningsaflawer, lender, minyak lemak
Kegunaan                       :    Laksativa

2.CARYOPHYLLI FLOS

Nama Lain                        :    Cengkeh
Nama Tanaman Asal       :Eugenia caryophyllus(Spreng)
Keluarga                        : Myrtaceae
Zat berkhasiat             : Minyak atsiri yg mgd egenol. Zat serupa damar,tidak berasa, hablurnya berupa jarum yg disbt kariofilin, zat penyamak danGom
Kegunaan                     : Stimulantia, obat mulas, menghilangkan rasa mual danmuntah

3.GUNNERAE FRUCTUS ET FLOS

Nama Lain                  : Sukmadiluwih
Nama Tanaman Asal     :Gunnerae macrophylla(L)
Keluarga                   : Haloragaceae
Zat berkhasiat            : -
Kegunaan                 : Penyegar badan

4.JASMINE FLOS

Nama Lain                      : Bunga melati
Nama Tanaman Asal      :Jasminum sambac(L)
Keluarga                    : Oleaceae
Zat berkhasiat         : Minyak atsiri, as. Format, as. Benzoat, as. Asetatester metal antranil, seskuiterpen-alkohol
Kegunaan                  : Korigen odoris, antipiretik, penghenti ASI

5.MESSUAE FLOS   

Nama Lain:                        Bunga nagasari
Nama Tanaman Asal:       Messua ferrae(L)
Keluarga:                      Clusiaceae
Zat berkhasiat:            Lemak, protein, as. Organik spt as. Palmitat, as.Linoleat, as. stearat
Kegunaan:                 Antidiare, aromatikum, ekspektoran

6.PYRETHRI FLOS

Nama Lain                        : Bunga piretri
Nama Tanaman Asal          :Chrysanthemum cinerariaefolium(Visiani)
Keluarga                         : Asteraceae
Zat berkhasiat                  : Minyak atsiri yg mgd paraffin,piretrosin&khrisantemin
Kegunaan                         : Racun serangga

7.WOODFORDIAE FLOS

Nama Lain                   : Bunga sidawayah
Nama Tanaman Asal        :Woodfordia fructiosa(L),Woodfordia floribunda(Salisbury)
Keluarga                        : Lythraceae
Zat berkhasiat              : Tanin
Kegunaan                     : Astrigensia

OBAT TRADISIONAL

Obat Tradisional dan Penggolongan

Obat tradisional yang diperlukan oleh masyarakat adalah obat tradisional yang mengandung bahan atau ramuan bahan yang dapat memelihara kesehatan, mengobati gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan.

Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sedian sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai obat disebut simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum menglami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

Menurut Materia Medika Indonesia (1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:

Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Berdasarkan keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.4.2411 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat tradisional dikelompokan menjadi tiga, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

1. Jamu (Emperical Based Herbal Medicine)

Masyarakat Indonesia secara turun temurun mengenal obat dari alam dibuat ramuan dalam bentuk jamu. Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang dibuat dari tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Bahan-bahan yang digunakan tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Jamu biasanya diresepkan oleh pengobat tradisional (BATRA). Jamu yang direspkan bisa buatan pabrik,buatan BATRA atau harus dicari dan dibuat sendiri (Hermanto,2007).

Jamu bisa dimanfaatkan untuk obat luar dan obat dalam yang harus diminum. Obat luar bisa dioles, digosok, direndam, atau ditempel. Imege jamu biasanya bau yang tidak enak dan rasanya pahit. Khasiat jamu dipercaya sejak zaman dulu. Selanjutnya, sering dengan berjalanya waktu, Negara Indonesia dijajah belanda masuklah budaya barat yang memperkenalkan obat medis yang praktis, tidak berbau dan tinggal telan.

Jamu menggunakan bermacam-macam tumbuhan yang diambil langsung dari alam dan efek samping relative lebih kecil disbanding obat medis. Namun karena masyarakat sudah dijejali dengan informasi pengobatan yang serba praktis maka tidak mudah meyakinkan kalangan medis meresepkan jamu atau obat herbal yang belum dilakukan peneliti ilmiah atau uji klinis. Meski pada kenyataanya jamu atau obat herbal sudah digunakan puluhan bahkan ratusan tahun yang lallu secara turun temurun sebelum farmakologi modern masuk Indonesia (Hermantoro,2007).

Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyususn jamu tersebut. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk serbuk seduahan, pil atau cairan. Umumnya, obat tradisional ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Satu jenis jamu disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Disamping klaim khasiat yang dibuktikan secara empiris jamu juga harus memenuhi persyaratan keamaanan dan standar mutu. Jamu yang telah digunakan secara turun temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.


Kriteria Jamu :

1)      Aman

2)      Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris

3)      Memenuhi persyaratan mutu (Suharmiati,2007)

2.    Obat Herbal Terstandar (Standarized Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang disajikan dari dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral. Dalam proses pembuatannya, dibutuhkan peralatanyang tidak sederhana dan lebih mahal daripada jamu. Tenaga kerjanya pun harus didukung oleh pengetahuan  dan keterampilan membuat ekstrak. Obat herbal ini umunya ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitan praklinis. Penilitian ini meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higienis, serta uji  toksisitas akut maupun kronis.

Kriteria obat herbal terstandar

1)      Aman

2)      Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau praklinik

3)      Bahan baku yang digunakan telah terstandar

4)      Memenuhi persyaratan mutu  (Suharmiati,2007)

Obat herbal sebenarnya juga jamu yang dikemas secara modern. Agar jamu punya image yang modern tidak terasa  pahit dan aromanya tidak menyengat serta difungsikan seperti obat dibuatlah sediaan jamu jadi kapsul, kaplet dan sirup yang manis. Sebagian besar obat herbal yang beredar di Indonesia izin edarnya menggunakan identitas jamu dan serifikat TR (tradisional). Untuk produsen jamu skala kecil biasanya hanya menggunakan izin dari Dinas Kesehatan masing-masing wilayah kotamadya atau kabupaten dengan sertifikat penyuluhan kotamadya atau kabupaten dengan sertifikat penyuluhan Industri rumah tangga (SP-IRT). Meski sesungguhnya izin SP-IRT hanya untuk produk makanan dan minuman yang mencantumkan khasiat (Hermantoro,2007).

3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)

Merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatan telah terstandar dan ditunjang oleh bukti ilmiah sampai uji klinis pada manusia. Karena iyu, dalam pembuatanya diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli dan biaya yang tidak sedikit.

Kriteria Fitofarmaka

1)      Aman

2)      Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan uji klinik

3)      Menggunakan bahanbaku standar

4)      Memenuhi persyaratan mutu  (Suharmiati,2007)

Beberapa produk jamu dan obat herbal meski mempunyai nomor registrasi dari badan POM ternyata belum menjadi jaminan produk aman dan benar mengelolanya. Meski dijual di apotik tetap harus diwaspadai keaslianya. Produsen yang bertanggung jawab akan mencantumkan alamat dan layanan konsultasi atau customer service. Kini beberapa dokter atau kalangan medis sudah banyak yang bersedia member I pelayanandi klinik-klinik herbal yang terpercaya.

Pencampuran jamu dengan bahan kimia obat sudah sering terjadi dan dilakukan berulang-ulang  walaupun BPOM telah melakukan tindakan tegas dengan menarik produk-produk tersebut dari pasaran dan memusnahkannya. Kasus terbaru terjadi pada Desember 2006 dimana sebanyak 93 produk ditarik dari peredaran. Jamu-jamu yang ditarik dari peredaran tersebut oleh badan POM justru merupakan jamu-jamu yang laris di pasaran karena efeknya cespleng dalam mengobati berbagai penyakit seperti pegal linu, rematik, sesak napas, masuk angin dan pelangsing. Bahan-bahan kimia berbahaya yang diguanakan meliputi metampiron, fenilbutason, antalgin, deksametason, alupurinol, CTM, sildenafil sitrat, sibutramin hidroksida, furosemid, kofein, teofilin dan parasetamol. Produsennya sebagian besar adalah produsen industrikecil local, namun ada beberapa yang diproduksi di luar negeri, misalnya cina. Obat-obat yang mengandung bahan-bahan kimia tersebut memiliki efek samping berbahaya bila digunakan tanpa pengawas dokter, yaitu :

1)      Metampiron dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, pendarahan lambung, rasa terbakar serta gangguan system saraf seperti tinnitus (telinga bordering) dan neuropati, gangguan darah, pembentukan sel darah dihambat (anemia aplastik), agranulositosis, gangguan ginjal, syok, kematian dan lain-lain.

2)      Fenilbutason dapat menyebabkan mual, muntah, ruam kulit, resistensi cairan dan elektrolit (edema), pendarahan lambung, nyeri lambung, dengan pendarahan atau perforasi, reaksi hipersensitivitas, hepatitis, nefritis, gagal ginjal, leucopenia, anemia aplastik, agranulositosis dan lain-lain.

3)      Deksametason dapat menyebabkan moon face, retensi cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glaucoma (tekanan dalam bola meningkat), gangguan pertumbuhan, osteoporosis, daya tahan terhadap infeksi menurun, miopati (kelemahan otot), lambung, gangguan hormone dan lain-lain

4)      Allupurinol dapa menyebabkan ruam kulit, trombositopenia, agranulositosis, dan anemia aplastik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

5)      CTM dapat menyebabkan mengantuk, sukar menelan, gangguan saluran cerna, pusing,lelah tinnitus (telinga bordering), diplopia (penglihatan ganda), stimulasi susunan saraf pusat terutama pada anak euphoria, gelisah, sukar tidur,tremor, kejang.

6)      Sildenafil sitrat dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, dispersia, mual nyeri perut, gangguan penglihatan, rhinitis (radang hidung), infark miokard, nyeri dada, palpitasi (denyut jantung cepat) dan kematian.

7)      Sibutramin Hidroklorida dapat meningkatkan tekanan darah (hipertensi), denyut jantung serta sulit tidur. Obat ini tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongesif, aritmia atau stroke.

8)      Parasetamol dalam penggunaan yang lama dapat menyebabkan gangguan kerusakan hati (Hermantoro,2007)

Selasa, 17 Januari 2017

BULBUS, CORMUS, LIGNUM, CAULIS, TUBER

1.   ALII SATIVI   BULBUS   (MMI)
Nama lain                                    :   Bawang Putih
Nama tanaman asal                     :   Allium sativum
Keluarga                                      :   Liliaceae
Zat berkhasiat utama / isi      :   Minyak atsiri yang mengandung; dialildisulfida 60 %, alilpropil disulfida 6 %, alliin.
Penggunaan                                :   Antikolesterol
Pemerian                                     :   Bau khas, rasa agak pedas
Bagian yang digunakan              :   Umbi lapis
Keterangan                                  :
– Penyimpanan                            :   Dalam wadah tertutup baik

2.   COLCHICI CORMUS (MMI)
Nama lain                                    :   Daun umbi colchici
Nama tanaman asal                    :   Colchicum autumnale (L)
Keluarga                                      :   Liliaceae
Zat berkhasiat utama / isi            :   Alkaloida ; kolkisina
Persyaratan kadar                       :    kadar alkaloida tidak kurang dari 0,25 %.
Penggunaan                                :   Antireumatika
Pemerian                                     :   Tidak berbau, rasa pahit dan bergetir
Bagian yang digunakan              :   Daun umbi
Keterangan                                 :
– Penyimpanan                           :   Dalam wadah tertutup baik

3.   MERREMERIAE TUBER (MMI)
Nama lain                                    :   Bidara upas
Nama tanaman asal                    :   Merremia mammosa (Hal filius)
Keluarga                                      :   Convolvulaceae
Zat berkhasiat utama / isi            :   Damar, zat pahit, pati
Penggunaan                                 :   Ekspektoransia, antiseptika ( obat kumur)
Pemerian                                     :   Bau lemah, rasa tajam dan pahit
Bagian yang digunakan               :   Irisan-irisan umbi akar
Keterangan                                  :
– Penyimpanan                            :   Dalam wadah tertutup baik

 4.   SANTALI LIGNUM (MMI)
Nama lain                                    :   Kayu cendana
Nama tanaman asal                     :   Santalum album (L)
Keluarga                                      :   Santalaceae
Zat berkhasiat utama / isi            :   Minyak atsiri, harsa, zat penyamak.
Penggunaan                                :   Diuretika, karminativa, antispasmodik
Pemerian                                     :   Bau harum, rasa agak pahit khas.
Bagian yang digunakan               :   Kayu galih dari batang, dahan dan akar.
Keterangan                                  :
– Penyimpanan               :   Dalam wadah tertutup baik.

5. SAPPAN   LIGNUM
Nama lain                                    :   Kayu secang
Nama tanaman asal                     :   Caesalpinia sappan (L)
Keluarga                                      :   Caesalpiniaceae
Zat berkhasiat utama / isi          :   Brazilin, zat warna merah sappan, asam tanat, asam galat
Penggunaan                                 :   Astringensia.
Pemerian                                     :   Tidak berbau, rasa kelat.
Bagian yang digunakan              :   Irisan -irisan kecil atau serutan – serutan kayu.
Keterangan                                  :
– Penyimpanan                            :   Dalam wadah tertutup baik.

6.   TINOSPORAE   CAULIS (MMI)
Nama lain                               :   Bratawali
Nama tanaman asal              :   Tinospora tuberculata, Tinospora rumphii, Tinospora crispa, Tinospora cordifolia
Keluarga                                 :   Menispermaceae
Zat berkhasiat utama / isi      :   Pati, glukosida pikroterasida, alkaloid berberin dan palmatin, harsa, zat pahit pikroretin.
Penggunaan                          :   Obat demam, tonikum dan antidiabetes
Pemerian                               :   Bau lemah, rasa sangatpahit
Bagian yang digunakan              :   Batang dan Kulit batang
Keterangan                                  :
– Penyimpanan                            :   Dalam wadah tertutup baik

FITOFARMAKA

Pengertian


          Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai penelitian yang telah dilakukan, banyak ditemukan obat tradisional yang dapat digunakan sebagai obat alternatif selain obat-obatan yang dibuat dengan bahan obat sintetis dengan khasiat yang sama dan telah dibuktikan dengan berbagai pengujian klinis. Obat tradisional yang telah dikembangkan seperti tersebut dikelompokkan sebagai Fitofarmaka. Kita menyadari bahwa kekayaan alam Indonesia akan berbagai tanaman obat, patut untuk diperhatikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itulah pemerintah menetapkan Peraturan mengenai Fitofarmaka dengan Permenkes RI nomor 760/Menkes/Per/IX/1992.
Dalam Permenkes tersebut dijelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan fitofarmaka, antara lain sebagai berikut :
1.      Fitofarmaka adalah sediaan obat dan obat tradisional yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.
 2.      Uji Fitofarmaka adalah uji toksisitas, uji farmakologik eksperimental dan uji klinik fitofarmaka.
 3.      Uji Farmakologik eksperimental adalah pengujian pada hewan coba untuk memastikan   khasiat fitofarmaka.
 4.      Uji Klinik adalah pengujian pada manusia untuk mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologik, tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau gejala penyakit.

Prioritas Pemilihan Fitofarmaka
          Di dalam lampiranKeputusan Menteri Kesehatan RI nomor 761/Menkes/SK/IX/1992 tentang Pedoman Fitofarmaka dijelaskan bahwa prioritas pemilihan fitofarmaka sebagai berikut :
1.        Bahan bakunya relatif mudah diperoleh.
2.        Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia
3.        Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar
4.        Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita
5.        Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan.

          Bahan baku fitofarmaka dapat berupa simplisia atau sediaan galenik. Bahan baku fitofarmaka harus memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia  Medika Indonesia, ketentuan atau persyaratan lain yang berlaku. Penggunaaan ketentuan atau persyaratan lain diluar ketentuan yang telah ditetapkan harus mendapatkan persetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka.
          Penggunaan bahan tambahan  harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku yang ditetapkan oleh Badan POM.
          Bentuk sediaan fitofarmaka harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan keamanan, khasiat dan mutu yang paling tinggi. Bahan baku sebelum digunakan harus dilakukan pengujian melalui analisis kualitatif dan kuantitatif.
          Secara bertahap industri harus meningkatkan persyaratan tentang rentang kadar alkaloid total, kadar minyak atsiri dan lainnya.

Ramuan Fitofarmaka
·           Persyaratan Ramuan Fitofarmaka :
       Ramuan (komposisi) fitofarmaka hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisia atau  sediaan galenik.Namun bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/sediaan galenik dengan syarat tidak boleh melebihi 5 (lima) simplisia /sediaan galenik. 
·           Simplisia tersebut sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan keamanannya berdasarkan pengalaman.
·           Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggalmurni) tidak diperbolehkan/dilarang  dalam fitofarmaka.
·           Bentuk - bentuk sediaan fitofarmaka antara lain :
1.         Sediaan Oral  terdiri dari serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak), Tablet  (ekstrak), Pil (ekstrak), sirup, dan sediaan terdispersi.
2.         Sediaan Topikal terdiri dari Salep/krim (ekstrak), Suppositoria (ekstrak), Linimenta (Ekstrak) dan bedak.

Penandaan
          Fitofarmaka sebelum diedarkan harus mengalami pengujian secara kualitatif dan memenuhi persyaratan yang berlaku.
Obat tradisional dapat didaftarkan sebagai :
1.        JAMU dengan syarat sudah dilakukan uji toksisitas dan uji farmakologik eksperimental pada hewan coba.
2.        FITOFARMAKA dengan syarat sudah dilakukan uji toksisitas, uji farmalokogik eksperimental dan uji klinik.

          Obat tradisional yang didaftarkan sebagai JAMU nomor pendaftarannya hanya berlaku selama 2 (dua) tahun sejak dikeluarkan persetujuan pendaftaran dan setelah dua tahun harus didaftarkan ulang sebagai Fitofarmaka. Apabila tidak didaftarkan ulang sebagai fitofarmaka maka nomor pendaftarannya dianggap gugur atau dicabut.
          Obat tradisional yang didaftarkan sebagai FITOFARMAKA nomor pendaftarannya berlaku  seterusnya.
         Pada penandaan fitofarmaka, pada pembungkus,wadah atau etiket dan brosurnya harus dicantumkan kata “FITOFARMAKA” dalam lingkaran dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari kemasan.
         Pencantuman kata”fitofarmaka” harus jelas, mudah terlihat dan mudah terbaca dengan ukuran huruf sekurang-kurangnya tinggi 21/2 (dua setengah) mm dan tebal ½ (setengah) mm, dicetak dengan warna hitam di atas warna putih, sebagai berikut :

FITOFARMAKA


         
 Pernyataan khasiat atau indikasi pada pembungkus, wadah atau etiket harus menggunakan istilah medik, seperti diuretik, analgetik, antipiretik dsb.
Indikasi yang dicantumkan dapat ditambah dengan istilah lain untuk memperjelas istilah medik.

Jenis-jenis Obat Tradisional Yang dikembangkan Menjadi Fitofarmaka
    Sesuai lampiran Permenkes RI No.760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992 berikut ini adalah daftar obat tradisional yang harus dikembangkan menjadi Fitofarmaka yaitu :
1.        Antelmintik
2.        Anti ansietas (anti cemas)
3.        Anti asma
4.        Anti diabetes (hipoglikemik)
5.        Anti diare
6.        Anti hepatitis kronik
7.        Anti herpes genitalis
8.        Anti hiperlipidemia
9.        Anti hipertensi
10.    Anti hipertiroidisma
11.    Anti histamin
12.    Anti inflamasi (anti Rematik)
13.    Anti kanker
14.    Anti  malaria
15.    Anti TBC
16.    Antitusif / ekspektoransia
17.    Disentri
18.    Dispepsia (gastritis)
19.    Diuretik

Minggu, 15 Januari 2017

FARMAKOGNOSI


Hasil gambar untuk farmakognosiFarmakognosi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sumber bahan alami yang digunakan sebagai obat. Sumber bahan alami tersebut diperoleh dari berbagai macam bentuk mikroskopis dan makroskopis tumbuhan dan organisme lainnya. Sejarah mencatat bahwa tumbuhan atau bahan alam pernah digunakan sebagai khasiat obat pada masa silam oleh nenek moyang. Di Indonesia sendiri, bukti adanya penggunaan bahan alam sebagai obat pada masa lalu dapat ditemukan dalam naskah Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan) dan dokumen lainnya.
   Kesadaran masyarakat tentang khasiat penggunaan tanaman sebagai obat merupakan perwujudan sikap masyarakat terhadap farmakognosi. Keadaan ini didukung dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai efek samping dari pemakaian obat sintetis. Bahan alam yang sangat berpotensial akan menghasilkan bahan obat yang merupakan senyawa penting bagi perkembangan obat modern. Seperti perkembangan teknologi DNA rekombinan dan rekayasa genetika mempelopori lahirnya antibodi vaksin dan serum yang memiliki manfaat besar bagi daya imunitas tubuh manusia. Penemuan vaksin dan serum tersebut merupakan manifestasi dari farmakognosi. Dalam S.K Menkes No.125 /Kab/BVII/1971 tentang wajib daftar obat ada 5 kategori yaitu:
1. Obat : merupakan paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk menetapkan diagnosa dan memberikan efektifitas seperti yang diharapkan
2. Obat Jadi :  obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, tablet, pil, cairan atau dengan nama teknis yang sesuai dengan Farmakope Indonesia
3. Obat Paten : obat jadi dengan nama dagang terdaftar atas nama si penjual dan diproduksi dengan kemasan asli dari pabriknya
4. Obat Baru : obat yang mengandung suatu zat dengan komponen lain yang belum diketahui khasiat dan kemurniannya
5. Obat Tradisional : khasiat obat yang bersumber dari bahan alam yang kemudian diramu atau di olah hingga memiliki efek teraupetik pada konsumennyaFarmakognosi merupakan bagian dari biofarmasi, biokimia, kimia sintetis sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang didefinisikan Fluckiger yakni penggunaan secara serempak berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh segala segi yang perlu diketahui tentang obat.

Hubungan Farmakognosi dengan Botani dan Zoologi 
   Mengingat pentingnya identitas botani-zoologi, simplisia harus memiliki identitas botani dan zoologi yang tepat, dimaksudkan untuk mengetahui dengan tepat nama latin tanaman atau hewan yang digunakan sebagai simplisia.  Penetapan identitas botani-zoologi secara tepat merupakan langkah pertama yang harus ditempuh sebelum melakukan kegiatan lainnya di bidang farmakognosi. Kondisi simplisia dapat rusak oleh faktor tertentu. Apabila hal tersebut terjadi, maka keadaannya tidak lagi memenuhi syarat dan dianggap berkualitas rendah. Misalnya saja simplisia yang akan digunakan bercampur dengan minyak pelumas, basah oleh air laut, rusak karena bakteri, dan tercampur dengan komposisi bahan lain yang tidak semestinya.
Hubungan Farmakognosi dengan Ilmu-ilmu lain

   Simplisia merupakan bahan utama yang tersedia di tempat meramu obat dan umumnya diramu atau diracik sendiri oleh tabib.